Kaum
wanita tak diragukan lagi memiliki kedudukan khusus dalam tatanan masyarakat
Islam. Kedudukan itu amat mulia tidak mengurangi hak-hak mereka juga tidak
menjadikan nilai kemanusiaannya rapuh.
Wanita
muslimah di tengah masya-rakatnya ditempatkan dalam posisi yg amat mulia. Islam
memandang wanita lewat kesadaran terhadap tabi’atnya hakekat risalahnya serta
pemahaman terhadap konsekwensi logis dari sepesial kodrat yg dianugerahkan
Allah Ta’ala kepadanya.
Karena
itu wanita dalam masyarakat Islam memiliki peranan yg sangat penting tetapi
sesuai dgn bingkai yg telah digariskan oleh Islam. Dalam kata lain peranan itu
tidak bertentangan dgn kodratnya sebagi wanita yg dalam susunan biologis dan
nilai-nilai kejiwaannya berbeda dgn laki-laki.
Jika
tanpa memandang sisi tersebut tentu tidak akan tampak perbedaan mencolok yg ada
antara pria dgn wanita. Dan dgn demikian wanita serta merta kehilangan kodrat
kewanita-annya. Pada tingkat selanjutnya wanita tak lagi menempati kedudukan
khusus dan mulia dipandang dari sisi kodratnya. Sebaliknya nilai-nilai
kewanitaannya akan dicibir dan dihinakan. Bahkan banyak yg malah dieksploitir
laki-laki -tak jarang pula yg dgn sukarela melakukannya sendiri- melalui
peman-faatan susunan biologisnya yg membakar nafsu.
Memuliakan
wanita secara hakiki hanyalah dgn mengembangkan potensinya sesuai dgn kodrat
kewa-nitaannya. Jika tidak maka ukuran itu akan menjadi berbalik seratus
delapan puluh derajat. Jangan heran jika nanti kekuasaan berada di tangan kaum
hawa atau mereka menolak utk mengan-dung menyusui anaknya sendiri sebagai
bentuk pertunjukan kejantanan kepada sang suami. Serta akan menjadi wajar pula -seperti
saat ini banyak kita temui- jika laki-laki hanya menjadi penunggu rumah
mengatur dan membersihkan-nya serta menyediakan makanan sambil menunggu
isterinya pulang kerja.
Kenyataan
di atas akan semakin membudaya jika masyarakat membiar-kan wanita tanpa kendali
berbuat sekehendaknya sesuai dgn panggilan hawa nafsu. Sehingga kodrat
kewanita-annya tidak lagi membatasi. Ketentuan-ketentuan syara’ yg
memposisikannya dalam kedudukan mulia dan terhormat juga tidak menjadi norma yg
dita’ati.
UKURAN
NORMA-NORMA MASYARAKAT BARAT
Tak
diragukan lagi masyarakat barat telah menjungkirbalikkan ukuran norma dan
nilai-nilai kewanitaan. Kaum wanita diposisikan sejajar dgn laki-laki dalam
segala hal dari masalah yg besar hingga soal-soal yg terkecil. Seruan
pembebasan wanita itu telah dipetik hasilnya sejak lama. Masyarakat barat yg
mengibarkan bendera pembebasan wanita itu lalu menebarkan racun emansipasi di
tengah umat Islam. Para penyeru itu lupa lbh tepat dikatakan pura-pura lupa
terhadap masing-masing kodrat dua jenis makhluk tersebut. Secara biologis dan
kejiwaan keduanya diciptakan Allah Ta’ala secara berbeda.
Tapi
sungguh tidak mengherankan krn apa yg mereka inginkan lbh dari sekedar
persamaan. Persamaan yg mereka serukan hanyalah sarana pemuasan nafsu mereka
secara bebas. Mereka tidak lagi menjadikan agama sebagai rujukan masalah.
Mereka ragu bahkan ingkar terhadap kepercayaan agama. Sebelum dan sesudahnya
mereka telah menginginkan supaya kemungkaran merajalela di tengah masyarakat
muslim.
Mereka
menginginkan kehancuran Islam. Dan mereka tahu kuncinya berada di tangan
wanita. Karena itu pula Nabi tidak mewasiatkan tentang fitnah yg lbh berbahaya
atas kaum lelaki selain dari wanita. Dan jalan menuju kerusakan suatu kaum
tidak lain adl melalui kaum wanita.
FAKTA
SEJARAH
Sejarah
bersaksi bahwa faktor kehancuran budaya Yunani yg paling menonjol adl krn
keluarnya para wanita secara bebas di berbagai lapang-an pekerjaan. Jalanan
dipenuhi oleh para wanita yg keluar rumah berdesak-desakan dan berkompetisi dgn
kaum lelaki. Dari sini kemudian timbul fitnah. Kaum lelaki lantas kehilangan
kendali akhlaknya dipertaruhkan. Padahal jika akhlak sebuah masyarakat lenyap
maka lenyap pula eksistensi masyarakat itu. Kehancuran merajalela krn akhlak
tak lagi menjadi pengendali jiwa. Tak ada lagi kebaikan di tengah manusia. Dari
sini kembalilah masyarakat tersebut kepada bentuk masyarakat hewani. Masyarakat
yg
melampias-kan semua nafsu dan keinginan tanpa memperhatikan norma dan
nilai-nilai yg ada.
KONDISI
MASYARAKAT MUSLIM SEKARANG INI
Masyarakat
muslim saat ini telah berada di bibir jurang dari kenyataan yg menyakitkan
tersebut. Penyeru- penyeru pembebasan wanita tentu telah gembira melihat
fenonena umum di tengah masyarakat muslim. Wanita bekerja di luar rumah pakaian
yg tidak menutup aurat dan hancurnya akhlak serta nilai-nilai Islam. Dan memang
itulah tujuan yg mereka canangkan. Dengan kenyataaan ter-sebut serta merta
masyarakat muslim menjadi masyarakat yg terhina terbelakang dan senantiasa
ketinggalan dalam segala bidang kehidupan.
KEDOK
PARA PENYERU EMANSIPASI
Hal
yg sungguh menyakitkan adl para musuh Islam tersebut berupaya mengaitkan seruan
mereka dgn nilai-nilai Islam. Mereka berargumentasi bahwa pada zaman Rasulullah
kaum hawa juga ikut keluar berjihad menyertai beliau.
Untuk
membantah apa yg mereka katakan dan inginkan lewat argunentasi di atas
hendaknya kita memandang beberapa hal berikut ini
Pertama
pada zaman kegemilangan itu kepergian wanita ke medan perang bukan suatu faktor
kekuatan penting. Di samping keikutsertaan mereka di dalam berperang adl atas
nama pribadi tidak atas nama kelompok.
Kedua
para wanita itu tidak ikut serta keluar ke medan jihad kecuali dgn izin
Rasulullah dan atas desakan dari mereka sendiri.
Ketiga
keperanan wanita di medan perang disesuaikan dgn kodrat kewanitaannya. Mereka
tidak ikut latihan berkuda sebagaimana yg dilakukan kaum lelaki juga tidak
bersenjatakan pedang atau perisai. Kecuali krn situasi yg sangat mendesak dan
gawat seperti yg dilakukan oleh Nusaibah binti Ka’b yg membela Rasulullah dgn
pedangnya pada perang Uhud juga sahabat wanita yg lain seperti Rumaisha’ yg dgn
golok merobek perut tiap kaum musyrikin yg melewatinya.
Keempat
dan ini yg terpenting para wanita yg pergi ke medan jihad tidak berangkat
kecuali dgn mahram yg senantiasa menyertainya.
Dari
sini jelaslah bahwa para wanita Islam-sesuai fakta sejarah- tidak ikut serta
membentuk pasukan militer seperti yg dilakukan kaum lelaki di medan jihad. Dan
secara hukum mereka tidak diwajibkan memenuhi panggilan jihad sebagaimana kaum
lelaki. Dan kalau misalnya ikut serta maka keperanannya di medan jihad adl
sebatas kodrat kewanitaannya. Hal ini berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah
“Aku
ikut berperang bersama Nabi sebanyak tujuh kali aku menggantikan mereka dalam
menjaga perbekalan aku buatkaan mereka makanan aku obati mereka yg terluka dan
aku menjaga mereka yg sakit.”
Membuat
makanan mengobati orang terluka dan menjaga orang sakit adl pekerjaan yg memang
sesuai dgn kodrat wanita. Di masyarakat manapun memang itulah peranan yg
seyogyanya di perankan oleh wanita. Dan perlu digarisbawahi keikutsertaan
wanita dalam melakukan hal-hal di atas dalam suasana perang- hanyalah sunnah
tidak wajib.
SERUAN
PERSAMAAN HAK DI ERA RASULULLAH
Pada
masa Nabi kaum hawa pernah menuntut agar diberi kesempatan melakukan jihad
secara kelompok dan terorganisir sebagaiman mereka juga menuntut agar diberi
pahala jihad yg sama dgn kaum lelaki. Salah seorang dari sahabat wanita atas
nama segenap kaum wanita pada waktu itu mengadu kepada Rasulullah “Wahai
Rasulullah aku adl delegasi segenap kaum muslimah kepadamu. Jihad telah
diwajibkan oleh Allah atas kaum lelaki. Jika mereka menang mereka mendapatkan
balasan pahala dan jika mereka terbunuh maka mereka tetap hidup di sisi Allah
dan diberi rizki. Lalu apa bagian kami dari itu semua?” Nabi menjawab “Sampaikanlah
kepada segenap kaum muslimah yg engkau temui bahwa keta’atan kepada suami dan
memenuhi hak-haknya adl sama dgn itu . Tetapi sedikit sekali dari kalian yg
melakukannya.”
Jadi
keta’atan kepada suami dan memenuhi hak-haknya adl senilai dgn pahala jihad
fisabililllah. Karena itu arena jihad wanita
muslimah adl
di rumah melayani suaminya dgn baik dan memenuhi hak-haknya. Tidak dgn keluar
secara terorganisir me-manggul senjata sebagaimana yg diinginkan oleh para
penyeru emansipasi.
Sebenarnya
yg mereka inginkan adl pergaulan bebas antara kaum adam dan hawa tanpa batas di
tiap lapangan kehidupan bahkan hingga di medan perang. Mereka ingin meni’mati
tubuh wanita yg tidak menutup auratnya.
Di
samping itu seakan-akan mereka menuduh kaum pria begitu lemah dan telah
kehilangan kekuatan-nya. Seakan medan perang telah hilang pilar penyangganya
sehingga harus diisi oleh kaum wanita yg secara struktural biologis lbh lemah
dari pria. Sungguh suatu pemutarbalikan kebenaran dan membungkus kebatilan dgn
baju kebenaran.
Karena
itu hendaknya para penyeru emansipasi utamanya dari kalangan umat Islam-
memahami bahwa jihad
wanita berdasarkan hadits adl keberang-katannya melaksanakan haji dan umrah.
Sedangkan
shalatnya yg lima waktu keta’atannya kepada suami serta puasanya di bulan
Ramadhan pahalanya menyamai pahala jihad. Jika tidak mau memahami juga
hendaknya para wanita muslimahmenyadari bahwa seruan
emansipasi pria wanita itu tak lain hanyalah salah satu upaya penghancuran
Islam dari dalam. Agar mereka tak lagi mematuhi ajaran-ajaran agama.
Maka
wahai saudariku muslimah tutuplah pintumu dari seruan mereka yg hendak
menghancurkanmu. Perlihatkan kepada mereka keta’atanmu kepada manhaj dan jalan
hidup para isteri Nabi. Hal yg pasti membuat mereka marah dan menjadikan
program mereka sia-sia belaka. Hendaknya hanya kepada Allah Ta’ala wahai wanita muslimah yg
mulia engkau tujukan segenap hidupmu. Dia Yang Maha Suci yg menolong dan
meridhaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar